Beranda · Daftar isi · Tentang saya · Disclaimer

Pages

Cerita Bu Guru: Tukang Pemecah Batu

Di suatu kerajaan sedang mengadakan pembangunan benteng yang sangat besar. Para buruh bangunan pun dikerahkan, tak luput tukang tambang pasir yang bekerja di sungai, dan tukang pemecah batu yang bekerja di gunung.
Ada seorang tukang pemecah batu yang sering mengeluh sambil bekerja. Dia mengutuk sendiri nasibnya, hanya karena ia adalah seorang tukang pemecah batu. 

Hingga suatu hari sang raja datang melakukan pemeriksaan terhadap para buruh dan pekerja tambang. Tak luput si tukang pemecah batu yang suka mengeluh juga dilihat oleh sang raja. Tanpa berkata apa-apa, sang raja pergi dan diikuti oleh para pengawalnya.

Si tukang batu itu pun bergumam "wahai Tuhan, seandainya aku menjadi raja. Sungguh mudahlah pasti hidupku. Tak perlu lagi aku bekerja susah payah seperti saat ini"

Rupanya Tuhan sedang bermurah hati mendengar permintaan si tukang batu itu. Tanpa berselang lama, sang tukang batu menjadi raja. Ia juga melakukan pemeriksaan kepada para bawahannya.

Saat sedang asyik melakukan pekerjaannya, dia kepanasan. Kemudia dia mengeluh dan meminta agar dijadikan saja ia sebagai matahari oleh Tuhan.

Doanya kembali dikabulkan oleh Tuhan. Dia menjadi matahari. Dia senang karena melihat pemandang dunia dengan bebas dari atas. Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Sedang bersantai melihat pemandangan, ternyata ada saja yang menghalangi pandangannya.

Ada sang awan, dia menghalau sinar matahari. Kemudian dia mendengar sorak sorai para warga yang menyambut datangnya hujan. Para warga bahagia dengan datangnya awan pembawa huja.

Sang matahari itu bersedih dan meminta saja ia dirubah menjadi awan pembawa hujan. Dijadikanlah ia menjadi awan oleh Tuhan. Dia terbang kesana kemari sesuka hati menghalau sinar matahari. Namun ada saja yang mengganggu awan sedang beterbangan itu. Tidak lain adalah sang angin, dia bertiup kesana kemari membuat badai, mengusir sang awan dari tempatnya.

Karena kesal dengan angin yang sombong. Awan itu meminta dijadikan saja dirinya menjadi angin. Setelah menjadi angin, dia berlaku seenaknya meniup apa saja sesukanya. Kecuali satu yang tak bisa diterbangkannya, itu adalah gunung.

Sang angin jelmaan dari tukang batu itu pun meminta untuk dijadikan sebuah gunung. Tuhan mendengar permintaannya dan mengabulkannya, namun ini adalah yang terakhir kalinya. Berubahlah kini ia menjadi gunung.

Setelah menjadi gunung, dia bangga dengan kemegahan dan keagungan bentuknya. Dia sombong terhadap makhluk kecil di sekitarnya. Hingga suatu ketika dia mendengar suara yang tak asing lagi baginya.

'trok.. trok.. trok..' sang gunung merasa kesakitan pada tubuhnya. Kemudian dia melihat manusia para tukang pemecah batu sedang menambang batu di gunung. Dia meringis sambil menahan sakitnya saat batu-batu di gunung dipecah oleh para manusia pemecah batu itu. Dia ingin kembali lagi menjadi pemecah batu lagi dan berjanji tak akan mengeluh lagi. Namun nasi sudah menjadi bubur. Tuhan tak mau lagi mengabulkannya. Kini ia menjadi gunung selamanya.

~Sekian

Pesan moral:
Sebagai manusia hendaknya kita selalu bersyukur dengan apapun yang kita miliki. Karena boleh jadi kita menganggap kecil terhadap sesuatu milik kita, namun ternyata hal itulah yang diinginkan orang lain. Begitupun sebaliknya, ketika menginginkan milik orang lain yang kita anggap besar/tinggi, namun ternyata ada sisi lain dari hal tersebut yang bahkan sang pemiliknya pun tidak menginginkannya.

Baca cerita bu guru yang lainnya Klik disini

Kata Kunci: Cerita, Pendidikan, Guru, Dongeng, Kisah

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Cerita Bu Guru: Tukang Pemecah Batu"

Post a Comment

Apabila ada bagian yang kurang jelas, kritik maupun saran silahkan disampaikan dengan bahasa yang dapat diterima oleh nurani dari berbagai kalangan. Terima kasih. Salam Menulis!